Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un -Telah Wafat KH Sahal Mahfuzh Kajen Pati Jawa Tengah (Rois 'Aam PBNU dan Ketua Umum MUI- lahul fatihah

Sabtu, 27 Desember 2008

KENDURI ILAHI


Beribu tahun yang lalu, Allah telah menyampaikan undangan kenduri rutin kepada hamba-hamba-Nya. Setahun sekali seluruh hamba-Nya dari belahan bumi yang mana pun diundang untuk menghadiri kenduri dahsyat – kenduri yang tidak ada tandingannya di belahan semesta yang manapun.

Kenduri itu diselenggarakan Allah di “rumah-Nya (baitullloh) di Makkah”. Mereka yang menghadiri kenduri itu dinamakan hajji. Hajj bermakna qosdu. Qosdu artinya bermaksud. Bermaksud di sini adalah bermaksud memenuhi undangan Allah untuk menghadiri kenduri di “rumah-Nya”.

Pada saat kenduri dahsyat tersebut, Allah tidak melupakan hamba-hambanya yang tidak dapat hadir. Allah kirimkan hidangan kenduri-Nya ke seluruh penjuru dunia, di manapun hamba-Nya berada. Itulah yang dikenal dengan pembagian hewan qurban.

Qurban adalah hidangan Allah (diyafatulloh) bagi hamba-hamba-Nya. Karenanya, tidak peduli kaya atau pun muskin, saat hari raya qurban, semua hamba Allah berhak untuk ikut mengecap nikmatnya hidangan dari Allah –menikmati hewan qurban. Fiqh mengatakan, status hewan qurban adalah sodaqotan lil fuqoro wa hadiyatan lil agniya (sodaqoh untuk yang faqir dan hadiyah untuk yang kaya).

Qurban sendiri berasal dari kata qoruba yang bermakna dekat. Dengan qurban itulah diukur kedekatan seorang hamba dengan Allah. Partisipasi seseorang pada sebuah kenduri, hajat atau pesta tergantung kedekatan seseorang dengan si pemilik kenduri. Qurban adalah partisipasi hamba pada kenduri Allah. Semakin dekat seorang hamba dengan Allah, maka semakin banyak partisipasinya dalam kenduri Allah ini.

Seorang ayah yang mencintai putrinya akan mengeluarkan berpuluh bahkan beratus juta untuk kenduri pernikahan putrinya. Seorang kakak akan berpartisipasi berjuta-juta rupiah untuk kenduri adiknya. Seorang kekasih akan membuatkan kenduri (pesta) untuk ulang tahun kekasihnya. Bentuk partisipasi yang dilakukan tidaklah terbatas kecuali oleh kemampuan yang ada.

Bercermin dari itu, seorang hamba yang dekat dan mencintai Allah, akan berpartisipasi dalam kenduri Allah dengan beragam hal sesuai dengan kemampuannya. Fiqih memang mengatakan hewan qurban adalah domba dan sejenisnya untuk satu orang serta sapi atau sejenisnya untuk tujuh orang. Tapi kedekatan dan cinta seorang hamba kepada Allah tidak dapat dibatasi oleh ketentuan fiqih saja. Batas fiqih ini mungkin untuk menunjukkan bahwa mereka yang mempunyai kemampuan senilai domba atau sapi dan tidak berkurban adalah para pembohong dalam cintanya kepada Allah. Keterlaluan kalau mereka mampu berpartisipasi tapi tidak ikut serta.

Kedekatan dan cinta hamba pada Allah mungkin diekspresikan sesuai dengan kemampuan setiap individu hamba-Nya. Allah berfirman, “La yukallifullohu nafsan illa wus’aha (Allah tidak menuntut hamba-Nya di luar batas kemampuannya)”. Karena itulah, untuk mereka yang merasa dekat dan cinta kepada Allah dapat berqurban dengan bentuk apapun juga.

Kalau anda mampu untuk tiga domba, mengapa tidak. Kalau anda mampu untuk sepuluh sapi mengapa tidak. Kalau anda hanya mampu seekor ayam atau seekor kelinci atau seekor ikan atau mungkin sebuah tahu atau sejumput garam, bersedekahlah dengan itu semua, berbicaralah dengan Allah bahwa itu kemampuan anda – itulah qurban anda.

Mungkin selain bersedekah dengan barang, kedekatan dan cinta kepada Allah dapat pula diekspresikan dengan menjadi pengelola qurban. Mungkin ia akan menjadi kurir Allah dalam menyampaikan hjdangan kepada hamba-hamba-Nya.

Tapi, jangan anda minta status qurban fiqih pada selain domba, sapi dan sejenisnya. Biarlah fiqh berbicara pada maqomnya, yaitu maqom zohir dan formal. Marilah kita berbicara dengan hati kita pada maqom makna dan penghayatan. Berbicaralah dengan Allah. Cukuplah Allah yang mengetahui, menilai dan memaknai kecintaan dan kedekatan kita dengan-Nya.

Marilah kita buktikan cinta dan kedekatan pada Tuhan pada momentum’idul adha Buktikanlah qurban anda. Buktikanlah cinta anda.

Wallohu a’lam bis sowab.


Selengkapnya...